INSAN KAMIL
SOSOK
KETELADANAN MUHAMMAD SAW
Karya :
DR.Sayyid Muhammad Alwy al-Maliki
BAB I
Bakat dan Sifat
Nabi
Kelanjutan dari Gambaran Anggota Badan Nabi
D.
Keindahan dan Keistimewaan Nabi
Sudah cukup jelas bahwa Nabi kita Muhammad SAW dikaruniai Allah azza
wajalla, seluruh sifat-sifat yang indah dan terpuji. Namun sifat-sifat yang
indah itu sangat bertalian dengan dua hal besar. Pertama, keagungan dari
sifat-sifat itu. Kedua, pancaran cahaya yang meliputinya. Karena itu keindahan
paras muka Beliau yang bersinar itu, tidak membawa akibat negatif bagi yang
melihatnya, sebagaimana Nabi Yusuf dikaruniai Tuhan setengah dari kebagusan
rupa. Rupa yang menyebabkan wanita yang melihatnya, mencincang tangan karena
terpukau, sambil berkata : “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia, ini
tidak lain hanya malaikat yang mulia.” (QS. Yusuf : 21)
Seorang penyair pernah berkata : “Kalau wajahnya sempat dilihat oleh
kawan-kawan Zulaikha, jantung hatilah yang akan terpotong sebelum tangan
mereka.”
Keagungan inilah yang oleh Hindun binti Halah, dalam menggambarkan
sifat-sifat Nabi, dikatakan sebagai agung dan penuh wibawa, seperti yang
diriwayatkan oleh At-Turmidzy.
Imam ‘Ali pernah berkata;
“Siapa yang melihatnya sepintas lalu
pasti akan tertegun karena kewibawaannya.” Sedang sahabat-sahabat
yang lain berkata: “Rasulullah itu paling tenang, penuh wibawa bila berada di
suatu majelis.” Menurut riwayat Abu Dawud. Ibnu Majah meriwayatkan lain, bahwa
ada orang datang menghadap Nabi dengan menggigil ketakutan. Lantas Nabi berkata: “Tidak
apa-apa, tenangkanlah hatimu”.
Tatkala ‘Amru
bin ‘Ash menghadap Nabi pertama kali, ia berkata: “Aku tak sanggup menatap wajahnya.
Jika ada orang bertanya kepadaku tentang sifat-sifat Beliau, rasanya tak
sanggup aku menceritakan, karena mataku tak sepenuhnya dapat melihatnya.” (Riwayat
Muslim).
At-TurmidZy
meriwayatkan dari Ibnu Abi Halah, bahwa bila Nabi sedang berbicara, maka semua
sahabat yang berada di sekelilingnya tenang sambil menundukkan kepala,
seolah-olah kepala mereka sedang dihinggapi burung. Memang sahabat Nabi tidak
dapat memandang wajah Beliau dengan tajam, karena keagungan dan wibawanya. Yang
dapat menceritakan dan menggambarkan sifat dan rupa Beliau adalah mereka yang
masih kecil atau yang berada di bawah asuhannya sebelum masa kenabian. Seperti
Hindun binti Abi Halah dan Imam ‘Ali R.a.
Karena keagungan
dan kewibawaannya itulah, maka siapa pun yang duduk mendampinginya, akan
berdebar hatinya. Terpengaruh oleh kewibawaan yang memancar dari pribadi agung
itu. Oleh sebab itu, Beliau selalu bersikap ramah dan lemah lembut, sekadar
menenangkan dan menenteramkan hati mereka. Qiblah binti Makhramah bercerita:
“Aku pernah melihat Rasulullah duduk dengan tenangnya. Tiba-tiba rasa takut
menyelinap dalam hatiku, aku pun menggigil. Kemudian terdengar suara orang berkata:
Ya Rasulullah kasihan benar wanita itu. Ia menggigil takut dengan Engkau. Maka Beliau
tampak melihatku, karena aku berada di belakang punggungnya. Lantas Beliau
berkata: kasihan benar engkau, tenangkanlah hatimu.” Setelah kudengar
suara itu, segera lenyap rasa takut dalam hatiku.
Abi Mas’ud Al
Badry, menceritakan apa yang pernah dialaminya. Ia mengisahkan “Ketika aku
sedang menghajar seorang budakku, tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang.
Mulanya tidak kupedulikan karena amarahku sedang meluap. Ternyata Rasulullah
yang kulihat, maka cemeti yang kupegang jatuh ke tanah, dan Beliau berkata
kepadaku: Demi Allah, Tuhan dapat berbuat kepada dirimu, lebih dari apa yang
engkau lakukan sekarang. Maka dengan suara tersendat-sendat aku berkata: “Ya
Rasulullah, demi Allah saya tidak akan menghajar lagi budakku sesudah ini.”
Pancaran nurani
yang menghias keindahan dan keagungan Nabi, sebagaimana tersebut pada sifat dan
gambaran wajahnya, itu pun dalam arti yang hakiki. Cahaya Beliau adalah cahaya
yang pertama kali diciptakan oleh Allah. Sebagaimana yang diriwayatkan Hadis
Jabir. Menurut Azzarqany, Hadis itu juga diriwayatkan oleh An-Naihaqi dan tidak
bertentangan dengan Hadis riwayat At-Turmidzy, bahwa makhluk pertama yang diciptakan
oleh Allah adalah Al-Qalam. Sebab antara keduanya dapat disesuaikan pengertiannya.
Hadis Jabir yang meriwayatkan bahwa Nur Muhammad adalah yang pertama kali
diciptakan oleh Allah. Berarti bahwa Allah yang menjadikan segala macam cahaya.
Menciptakan Nur Muhammad sebelum menciptakan cahaya yang lain.
Hadis yang dapat
memperkuat tentang Nur Muhammad ini adalah seperti yang diriwayatkan oleh ‘Ali
bin Husin dari ayahnya ‘Ali bin Abi Thalib, bahwa Nabi bersabda: “Dahulunya
aku ini dari cahaya di hadapan Tuhanku.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnul
Qathaan, seorang ahli ilmu hadis yang sangat terkenal cermat dalam meneliti
riwayat sanad hadis.
Firman Allah:
قَدْ
جَآءَكُمْ مِّنَ اللهِ نُوْرٌ وَكِتٰبٌ مُّبِيْنٌ
(المائدة : ١٥ (
Artinya: “Sesungguhnya
telah datang kepadamu (Muhammad) cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan.”
(QS A1-Maidah: 15)
Sebagian ulama
menafsirkan cahaya dalam ayat ini adalah Muhammad. Demikian dalam tafsir At-Thabary,
Ibnu Abi Hatim dan Al-Qurtubi mengutip tafsiran Qatadah.
Di samping itu,
cukup banyak riwayat sehubungan dengan kelahiran Nabi. Ibundanya melihat
pancaran cahaya, sehingga di bawah sorotannya dapat melihat secara jelas
bangunan-bangunan yang berada di negeri Syam. Ditambah lagi dengan hadis
riwayat At-Thabarany, bahwa: “Kami melihat cahaya memancar dari padanya.” Dalam
Hadis riwayat Ibnu ‘Abbas: “Bila Rasulullah berbicara ada cahaya bersinar dari
arah mulutnya.” (Riwayat At-Turmidzy). Demikian juga Ibnu Abi Hallah menurut
riwayat At-Turmidzy yang lain dalam menceritakan sifat-sifat Nabi, bahwa: “Beliau
diliputi oleh sinar cahaya.”
‘Aisyah mengisahkan:
“Aku sedang duduk bersama Nabi SAW yang tengah memperbaiki sandalnya. Kulihat
keringat Beliau membasahi keningnya. Keringat itu berkilauan. Aku pun heran
tercengang. Lalu Nabi berkata kepadaku: “Mengapa engkau tercengang hai,
‘Aisyah?” Dan ‘Aisyah menjawab, “Karena kening engkau yang berkeringat
menyinarkan cahaya.”
Memang ada
sementara orang yang memahami arti Nur Muhammad, bahwa Nabi SAW adalah cahaya.
Sehingga mereka membayangkan seolah-olah Beliau itu seperti pelita yang
menyorotkan cahaya. Padahal Nabi jauh lebih mulia dan agung dari anggapan yang
demikian. Ada kalanya memang cahaya dalam arti hakiki tampak terlihat dari
padanya. Seperti cahaya yang memancar dari benda yang hersinar. Namun hal itu
tidak selalu terjadi. Hanya dalam batasan mu’jizat beliau. Bahkan hal serupa
pernah terjadi pada diri sementara sahabat Nabi SAW.
Al-Bukhary
meriwayatkan, yang memperoleh gelar (Dzinnur) atau yang memiliki cahaya, karena
ketika datang kepada Rasulullah SAW ia meminta agar diizinkan berdakwah
ditengah-tengah suku kabilahnya yang masih kafir. Ia meminta pula agar kepadanya
diberi sekedar tanda dan bukti akan kebenaran ajaran yang akan disampaikannya.
Kemudian Rasululah mendoakan: “Ya Allah berikanlah kepadanya sinar cahaya.”
Maka bersinarlah cahaya di antara kedua matanya. Ia tampak belum puas, lalu
berkata, ya Rasulullah saya merasa khawatir mereka akan berkata, itu hanya
penyakit semata, maka cahaya itu pindah ke ujung tongkatnya, menjadi pelita
penerang baginya dalam kegelapan malam.
No comments:
Post a Comment