04 May, 2015

INSAN KAMIL : Keindahan dan Keistimewaan Nabi



INSAN  KAMIL
SOSOK  KETELADANAN  MUHAMMAD  SAW
Karya :
DR.Sayyid Muhammad Alwy al-Maliki




BAB  I
Bakat  dan  Sifat  Nabi


D.      Keindahan dan Keistimewaan Nabi

Sudah cukup jelas bahwa Nabi kita Muhammad SAW dikaruniai Allah azza wajalla, seluruh sifat-sifat yang indah dan terpuji. Namun sifat-sifat yang indah itu sangat bertalian dengan dua hal besar. Pertama, keagungan dari sifat-sifat itu. Kedua, pancaran cahaya yang meliputinya. Karena itu keindahan paras muka Beliau yang bersinar itu, tidak membawa akibat negatif bagi yang melihatnya, sebagaimana Nabi Yusuf dikaruniai Tuhan setengah dari kebagusan rupa. Rupa yang menyebabkan wanita yang melihatnya, mencincang tangan karena terpukau, sambil berkata : “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia, ini tidak lain hanya malaikat yang mulia.” (QS. Yusuf : 21)

Seorang penyair pernah berkata : “Kalau wajahnya sempat dilihat oleh kawan-kawan Zulaikha, jantung hatilah yang akan terpotong sebelum tangan mereka.”

Keagungan inilah yang oleh Hindun binti Halah, dalam menggambarkan sifat-sifat Nabi, dikatakan sebagai agung dan penuh wibawa, seperti yang diriwayatkan oleh At-Turmidzy.

Imam ‘Ali pernah berkata; “Siapa yang melihatnya sepintas lalu pasti akan tertegun karena kewibawaannya.” Sedang sahabat-sahabat yang lain berkata: “Rasulullah itu paling tenang, penuh wibawa bila berada di suatu majelis.” Menurut riwayat Abu Dawud. Ibnu Majah meriwayatkan lain, bahwa ada orang datang menghadap Nabi dengan menggigil ketakutan. Lantas Nabi berkata: “Tidak apa-apa, tenangkanlah hatimu”.

Tatkala ‘Amru bin ‘Ash menghadap Nabi pertama kali, ia berkata: “Aku tak sanggup menatap wajahnya. Jika ada orang bertanya kepadaku tentang sifat-sifat Beliau, rasanya tak sanggup aku menceritakan, karena mataku tak sepenuhnya dapat melihatnya.” (Riwayat Muslim).

At-TurmidZy meriwayatkan dari Ibnu Abi Halah, bahwa bila Nabi sedang berbicara, maka semua sahabat yang berada di sekelilingnya tenang sambil menundukkan kepala, seolah-olah kepala mereka sedang dihinggapi burung. Memang sahabat Nabi tidak dapat memandang wajah Beliau dengan tajam, karena keagungan dan wibawanya. Yang dapat menceritakan dan menggambarkan sifat dan rupa Beliau adalah mereka yang masih kecil atau yang berada di bawah asuhannya sebelum masa kenabian. Seperti Hindun binti Abi Halah dan Imam ‘Ali R.a.

Karena keagungan dan kewibawaannya itulah, maka siapa pun yang duduk mendampinginya, akan berdebar hatinya. Terpengaruh oleh kewibawaan yang memancar dari pribadi agung itu. Oleh sebab itu, Beliau selalu bersikap ramah dan lemah lembut, sekadar menenangkan dan menenteramkan hati mereka. Qiblah binti Makhramah bercerita: “Aku pernah melihat Rasulullah duduk dengan tenangnya. Tiba-tiba rasa takut menyelinap dalam hatiku, aku pun menggigil. Kemudian terdengar suara orang berkata: Ya Rasulullah kasihan benar wanita itu. Ia menggigil takut dengan Engkau. Maka Beliau tampak melihatku, karena aku berada di belakang punggungnya. Lantas Beliau berkata: kasihan benar engkau, tenangkanlah hatimu.” Setelah kudengar suara itu, segera lenyap rasa takut dalam hatiku.

Abi Mas’ud Al Badry, menceritakan apa yang pernah dialaminya. Ia mengisahkan “Ketika aku sedang menghajar seorang budakku, tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang. Mulanya tidak kupedulikan karena amarahku sedang meluap. Ternyata Rasulullah yang kulihat, maka cemeti yang kupegang jatuh ke tanah, dan Beliau berkata kepadaku: Demi Allah, Tuhan dapat berbuat kepada dirimu, lebih dari apa yang engkau lakukan sekarang. Maka dengan suara tersendat-sendat aku berkata: “Ya Rasulullah, demi Allah saya tidak akan menghajar lagi budakku sesudah ini.”

Pancaran nurani yang menghias keindahan dan keagungan Nabi, sebagaimana tersebut pada sifat dan gambaran wajahnya, itu pun dalam arti yang hakiki. Cahaya Beliau adalah cahaya yang pertama kali diciptakan oleh Allah. Sebagaimana yang diriwayatkan Hadis Jabir. Menurut Azzarqany, Hadis itu juga diriwayatkan oleh An-Naihaqi dan tidak bertentangan dengan Hadis riwayat At-Turmidzy, bahwa makhluk pertama yang diciptakan oleh Allah adalah Al-Qalam. Sebab antara keduanya dapat disesuaikan pengertiannya. Hadis Jabir yang meriwayatkan bahwa Nur Muhammad adalah yang pertama kali diciptakan oleh Allah. Berarti bahwa Allah yang menjadikan segala macam cahaya. Menciptakan Nur Muhammad sebelum menciptakan cahaya yang lain.

Hadis yang dapat memperkuat tentang Nur Muhammad ini adalah seperti yang diriwayatkan oleh ‘Ali bin Husin dari ayahnya ‘Ali bin Abi Thalib, bahwa Nabi bersabda: “Dahulunya aku ini dari cahaya di hadapan Tuhanku.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnul Qathaan, seorang ahli ilmu hadis yang sangat terkenal cermat dalam meneliti riwayat sanad hadis.
Firman Allah:
قَدْ جَآءَكُمْ مِّنَ اللهِ نُوْرٌ وَكِتٰبٌ مُّبِيْنٌ  (المائدة : ١٥ (

Artinya: “Sesungguhnya telah datang kepadamu (Muhammad) cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan.” (QS A1-Maidah: 15)

Sebagian ulama menafsirkan cahaya dalam ayat ini adalah Muhammad. Demikian dalam tafsir At-Thabary, Ibnu Abi Hatim dan Al-Qurtubi mengutip tafsiran Qatadah.

Di samping itu, cukup banyak riwayat sehubungan dengan kelahiran Nabi. Ibundanya melihat pancaran cahaya, sehingga di bawah sorotannya dapat melihat secara jelas bangunan-bangunan yang berada di negeri Syam. Ditambah lagi dengan hadis riwayat At-Thabarany, bahwa: “Kami melihat cahaya memancar dari padanya.” Dalam Hadis riwayat Ibnu ‘Abbas: “Bila Rasulullah berbicara ada cahaya bersinar dari arah mulutnya.” (Riwayat At-Turmidzy). Demikian juga Ibnu Abi Hallah menurut riwayat At-Turmidzy yang lain dalam menceritakan sifat-sifat Nabi, bahwa: “Beliau diliputi oleh sinar cahaya.”

‘Aisyah mengisahkan: “Aku sedang duduk bersama Nabi SAW yang tengah memperbaiki sandalnya. Kulihat keringat Beliau membasahi keningnya. Keringat itu berkilauan. Aku pun heran tercengang. Lalu Nabi berkata kepadaku: “Mengapa engkau tercengang hai, ‘Aisyah?” Dan ‘Aisyah menjawab, “Karena kening engkau yang berkeringat menyinarkan cahaya.”

Memang ada sementara orang yang memahami arti Nur Muhammad, bahwa Nabi SAW adalah cahaya. Sehingga mereka membayangkan seolah-olah Beliau itu seperti pelita yang menyorotkan cahaya. Padahal Nabi jauh lebih mulia dan agung dari anggapan yang demikian. Ada kalanya memang cahaya dalam arti hakiki tampak terlihat dari padanya. Seperti cahaya yang memancar dari benda yang hersinar. Namun hal itu tidak selalu terjadi. Hanya dalam batasan mu’jizat beliau. Bahkan hal serupa pernah terjadi pada diri sementara sahabat Nabi SAW.


Al-Bukhary meriwayatkan, yang memperoleh gelar (Dzinnur) atau yang memiliki cahaya, karena ketika datang kepada Rasulullah SAW ia meminta agar diizinkan berdakwah ditengah-tengah suku kabilahnya yang masih kafir. Ia meminta pula agar kepadanya diberi sekedar tanda dan bukti akan kebenaran ajaran yang akan disampaikannya. Kemudian Rasululah mendoakan: “Ya Allah berikanlah kepadanya sinar cahaya.” Maka bersinarlah cahaya di antara kedua matanya. Ia tampak belum puas, lalu berkata, ya Rasulullah saya merasa khawatir mereka akan berkata, itu hanya penyakit semata, maka cahaya itu pindah ke ujung tongkatnya, menjadi pelita penerang baginya dalam kegelapan malam.

No comments:

Sebelumnya Selanjutnya Home