04 May, 2015

INSAN KAMIL : Uraian Hikmah Pembelahan Dada



INSAN  KAMIL
SOSOK  KETELADANAN  MUHAMMAD  SAW
Karya :
DR.Sayyid Muhammad Alwy al-Maliki



BAB  I
Bakat  dan  Sifat  Nabi


I.   Uraian Hikmah Pembelahan Dada

1.     Ibnu Munier berkata: “Dibelahnya dada, dan kesabaran Nabi SAW menghadapi peristiwa itu, serupa dengan ujian Allah kepada Nabi Ismail As tatkala perintah Allah datang kepada ayahnya untuk menyembelihnya. Bahkan dibelahnya dada Rasulullah SAW lebih berat lagi, karena hal itu terjadi dengan sebenarnya, dikala beliau masih kecil, sebagai yatim piatu, dan jauh dari keluarganya.

2.      Abul Hasan Assubakiy, dalam menjawab pertanyaan tentang segumpal darah yang dikeluarkan oleh malaikat, dari jantung Nabi di saat dadanya dibelah, dan tentang ucapan malaikat, bahwa apa yang dikeluarkan itu adalah segi kelemahan yang dapat ditembus oleh pengaruh syetan. Bahwa segumpal darah yang ada dalam jantung hati tiap manusia, dapat dimanfaatkan oleh syetan. Maka dengan dibersihkannya hati Rasulullah SAW, tidak ada jalan lagi bagi syetan untuk mempengaruhinya. Demikian arti hadis itu, dan apa yang disingkirkan dari hati Nabi SAW memang merupakan bagian yang pasti dalam susunan tubuh manusia. Tatkala ia ditanya lagi apa sebab Allah menjadikan benda itu dalam tubuh Rasulullah, sedang Allah berkuasa menjadikan tanpa benda tersebut. Ia menjawab, bahwa itu merupakan unsur pokok dalam tubuh tiap manusia. Maka dalam rangka kesempurnaan tubuh beliau, Tuhan tidak mengurangi sedikit pun apa yang lazim dalam tubuh itu. Kemudian Allah menghendaki dengan kodratnya, agar bagian itu dihilangkan, demi kehormatannya.

Seorang ulama’ lain berkata: “Kalau sekiranya Allah menjadikan susunan tubuh Nabi SAW dalam keadaan seperti yang ditanyakan itu tentu tidak seorang pun akan mengetahui hakikat yang sebenarnya, Allah melalui malaikat Jibril, hendak memperlihatkan kekuasaan-Nya, untuk membuktikan kesempurnaan batiniah Nabi, seperti yang tampak pada kesempurnaan lahiriahnya.”

3.      Assyaikh Abu Muhammad bin Abi Jamrah berkata: “Hikmah dibelahnya dada Nabi SAW padahal Allah berkuasa memenuhi hati beliau dengan kekuatan iman, tanpa membelah dadanya ialah untuk meningkatkan keyakinan, karena beliau menyaksikan pembelahan dada itu dengan mata kepalanya, dan tidak merasakan sakit. Hal ini membuat hati beliau makin tentram dan tenang dalam menghadapi apa pun juga. Sebab itu Allah berfirman:
مَازَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغٰى (النجم : ١٧(

Artinya: “Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya, dan tidak pula melampauinya.” (Q.S.An Najm 17)

4.      Tentang hikmah berulang kalinya pembedahan dada beliau, maka Ibnu Hajar setelah mengutip kisah pembedahan dada Nabi SAW yang pertama, kedua dan yang ketiga berkata: “Bahwa masing-masing peristiwa itu, mengandung hikmah yang besar. Pertama, pembedahan dada itu terjadi di masa kecilnya, agar sempurna dalam hal ihwalnya, dan terlindung dari gangguan syetan yang terkutuk. Kedua, terjadi manjelang kebangkitannya scbagai Rasul, untuk menambah kehormatan baginya dalam tugas sucinya. Karena akan menerima apa yang akan diturunkan kepadanya, membutuhkan keteguhan hati dan kondisi yang sangat bersih dan suci. Ketiga, ketika akan pergi pada malam Isra’ dan Mi’raj menuju langit, sebagai persiapan menghadap dan bermunajat dengan Tuhan Al-Khaliq.”

Al-Hafizd Assyamy berkata: “Hikmah dibelahnya dada Nabi SAW yang kedua dapat pula dikatakan, bahwa hal itu terjadi pada usia menjelang kedewasaan. Maka dibelahnya dada beliau pada waktu itu, dan disucikan hatinya, agar tidak mengalami apa yang biasa dialami manusia yang sedang dalam masa peralihan itu.”

Ibnu Hajar berkata lagi, bahwa kemungkinan di cucinya hati Nabi SAW sampai berulang kali, agar makin bertambah kebersihannya. Pembersihan hingga tiga kali adalah sebagai contoh yang ada pada sebagian ajaran syariatnya.

Sedang Ibnu Jamrah berpendapat, bahwa dicucinya hati Rasulullah SAW padahal ia suci bersih, tempat mengalirnya segala kebaikan, di samping gumpalan darah yang dikeluarkan dari dadanya diwaktu kecilnya, semua itu adalah sebagai persiapan bagi apa yang akan diterimanya, dan dialami pada malam Isra’ Mi’raj di alam yang tinggi. Hikmah serupa itu, misalnya dapat kita jumpai pada baiknya seseorang berwudlu’ lagi untuk bersembahyang. Bagi yang sudah mempunyai wudlu’ karena cara yang demikian, sebagai penghormatan dan persiapan untuk bermunajah dan tegak berdiri di hadapan Allah. Karena itu disunahkan, walaupan wudlu yang pertama sudah cukup sempurna sedang yang lain sebagai penghormatan semata-mata. Kiranya demikian pula dibersihkan hati Rasulullah SAW.

Allah berfirman: “Demikian perintah Allah, barang siapa menggunakan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati (QS Al-Haj). Karena itu pulalah, dibersihkan dan disucikan hati Rasulullah SAW sebagai suatu isyarat untuk umatnya agar melakukan segala apa yang sifatnya mengagungkan syiar Allah.

Al-Burhan Annu’many berkata: “Dimustahabkan (disunnahkan-red) mandi bagi siapa yang akan memasuki Al-Haram yang mulia itu. Apa lagi bagi yang akan memasuki alam yang tinggi, menghadap hadirat Ilahi Rabbi yang Mahasuci. Kalau memasuki Al-Haram yang ada di alam bendawi itu baik sekali bila seorang membersihkan fisiknya, maka bagi yang akan menghadap hadirat yang Maha Agung di alam malakut, sewajarnya dengan kebersihan dan kesucian batin dan hati nurani”.

Nabi dipanggil menghadap pada malam Isra’ untuk menerima kewajiban shalat, dan untuk memohon ampunan, bersama malaikat di langit. Sedang shalat itu adalah bersuci, maka beliau SAW telah disucikan lahir dan batin, serta rohaninya.

Dan kalau seandainya masih ada yang berkata, bahwa bukankah Nabi SAW itu dijadikan oleh Allah dari cahaya, yang berpindah tempat dari seorang Nabi yang satu kepada Nabi yang lain, maka dalam kebersihan cahaya itu, masih perlukah dibersihkan lagi secara fisik? Itu pun bukan sekali saja, tapi terjadi sampai tiga kali. Padahal beliau suci dari segala noda yang ada pada manusia biasa? Maka ketahuilah bahwa pembedahan dada Nabi yang pertama, kedua, dan ketiga itu, dalam rangka ilmul yaqin, ‘ainul yaqin dan haqqul yaqin.

5.      As-Suhaility berkata: Jantung hati Nabi SAW dicuci dalam tempat dari emas, seperti tersebut dalam beberapa riwayat pada peristiwa itu. Karena emas itu yang dalam bahasa arab dzahab, sesuai dengan apa yang tersirat maka kalimat itu, mengisyaratkan dan memberi petunjuk akan kalimat dzahab yang berarti menghilangkan, seolah-olah Allah menghendaki hilangnya segala noda dan kotoran, dan mensucikan beliau dengan sesuci-sucinya. Di samping itu, emas adalah logam mulia yang paling bersih zat dan unsurnya dibandingkan dengan logam-logam dan benda-benda yang lain.

6.      Ibnu Abi Jamrah berkata: “Dalam mencuci, bukan air dari surga yang dipakai. Karena air Zamzam berasal dari sana, maka dikehendaki agar berkat Nabi yang mulia itu, tetap langgeng berada di bumi ini.” Ada pendapat lain yang mengatakan, bahwa air Zamzam itu yang mulanya ditemukan di zaman Nabi Ismail As disamping air Zamzam itu sudah mendarah mendaging dalam tubuh Nabi SAW. Maka dialah sebagai pemilik Zamzam dan negeri (Makkah) yang diberkati oleh Tuhan. Wajarlah bila Rasul sebagai keturunan langsung dari Nabi Ismail As mewarisinya. Dan itu juga sebagai isyarat, bahwa kekuasaan akan berpindah ke tangannya. Maka sesudah fathul Makkah, dibukanya dan dikuasainya kembali kota Makkah, beliau menyerahkan tugas siqayah atau menyediakan air, untuk jamaah haji, kepada pamannya ‘Abbas, dan sebagai juru kunci ka’bah kepada ‘Ustman bin Abi Syaibah.

7.      Adapun hikmah dicucinya dada beliau dengan air es dan salju, menurut sebagian riwayat, maka di samping keduanya sebagai penawar sangat bersih, tidak tersentuh oleh kotoran tanah. Bukanlah air dan salju itu melambangkan kecerahan masa depan Nabi dan ummatnya, serta syari’at yang dibawanya. Masa depan baginya akan lebih cerah. Kemenangan demi kemenangan yang akan diraihnya itu, akan menunjukkan batin dan menenangkan hatinya. Ditambah lagi dengan ampunan Allah kepada umatnya.

8.      Ibnu Naihiyah berkata: “Dada beliau dicuci dengan es, karena rasa keyakinan yang sangat menyejukkan hatinya. Ini sejalan dengan do’a beliau pada tiap takbiratul ihram dalam shalat.

“Ya Allah cuci dan bersihkanlah segala dosaku, dengan air es dan barad.” Maka Allah menghendaki agar beliau dicuci dengan air yang berasal dari surga dalam mangkok yang terbuat dari emas, penuh hikmah dan keimanan, agar hati itu merasakan kelezatannya, lebih tekun mengajak manusia untuk masuk dalam surga itu, agar memperoleh segala kenikmatan-Nya. Demikian pula karena musuh-musuh yang selalu mencela dan mencacinya, maka Allah menghendaki agar ia terhindar dari sifat manusiawi, seperti: sempit dada dalam menghadapi kecaman dan tantangan lawan-lawannya.

Supaya hati itu tetap tabah, sebagaimana firman Allah: “Dan Kami sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit, disebabkan karena apa yang mereka ucapkan.” (QS A1-Hijr 97). Maka hati itu dicuci bukan sekali dua kali. Tatkala di perang Uhud, terkena pukulan sehingga luka di bagian kepalanya, dan retaklah giginya beliau hanya berdoa “Ya Allah, ampunilah kaumku karena mereka tidak mengetahui.”

9.      Dalam penafsiran kalimat hikmah, ada perbedaan pendapat. Sebagian ulama mengatakan, bahwa hikmah adalah ilmu yang mengandung petunjuk dari Allah, untuk mewujudkan kebenaran, agar ditegakkan dan dilaksanakan. Dan ahli hikmah adalah mereka yang memiliki sifat-sifat itu.

Imam An-Nawawy, menyebutkan bahwa, di antara sekian banyak pendapat tentang arti hikmah, inilah pilihanku. Adakalanya hikmah Al-Qur’an, karena semua isinya mengandung hikmah, dan juga berarti kenabian. Hikmah juga kata persamaan dari ilmu. Tapi arti hikmah yang paling tepat menurut Ibnu Hajar adalah meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, atau memahami apa yang tersirat pada kitab Allah (Al Qur’an). Dengan demikian adakalanya hikmah tanpa iman, adakalanya keduanya saling isi mengisi.

Sebagai tambahan dapat disebutkan di sini, pendapat Al-’Arif billah Al-Habib Ali Al-Habsyi, tentang peristiwa dibelahnya dada Rasulullah, sebagai yang dikemukakan dalam sebuah bait:

“Tidak ! Malaikat tidak mengeluarkan sesuatu yang kotor dan yang keji dari kalbunya namun kesuciannya, ditambah dengan kesucian.”

Dan bagi penulis buku ini, tentang masalah ini, ada kesimpulan lain. Hati nurani Rasulullah SAW yang sumber segala rahmat itu, seperti firman Allah: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (A1-Anbiya’: 107). Rahmat yang menyeluruh ini berasal dari rahmat Allah yang meliputi segala sesuatu. Dan Allah yang mengeluarkan syetan dan para kroninya, dan siapa saja yang tidak berhak memperoleh rahmat itu. Maka, segi kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh syetan, dikeluarkan dari dadanya agar syetan yang dilaknat itu benar-benar tidak memperoleh sedikit pun juga percikan rahmat yang luas mencakup segala sesuatu itu.”

No comments:

Sebelumnya Selanjutnya Home