INSAN KAMIL
SOSOK
KETELADANAN MUHAMMAD SAW
Karya :
DR.Sayyid Muhammad Alwy al-Maliki
BAB I
Bakat dan Sifat
Nabi
Kelanjutan dari Hati Nurani Rasulullah SAW
I. Uraian Hikmah Pembelahan Dada
1. Ibnu Munier berkata: “Dibelahnya
dada, dan kesabaran Nabi SAW menghadapi peristiwa itu, serupa dengan ujian
Allah kepada Nabi Ismail As tatkala perintah Allah datang kepada ayahnya untuk
menyembelihnya. Bahkan dibelahnya dada Rasulullah SAW lebih berat lagi, karena
hal itu terjadi dengan sebenarnya, dikala beliau masih kecil, sebagai yatim
piatu, dan jauh dari
keluarganya.
2. Abul Hasan Assubakiy, dalam
menjawab pertanyaan tentang segumpal darah yang dikeluarkan oleh malaikat, dari jantung Nabi di saat dadanya dibelah,
dan tentang ucapan malaikat, bahwa apa yang dikeluarkan itu adalah segi
kelemahan yang dapat ditembus oleh pengaruh syetan. Bahwa segumpal darah yang
ada dalam jantung hati tiap manusia, dapat dimanfaatkan oleh syetan. Maka
dengan dibersihkannya hati Rasulullah SAW, tidak ada jalan lagi bagi syetan
untuk mempengaruhinya. Demikian arti
hadis itu, dan apa yang disingkirkan dari hati Nabi SAW memang merupakan bagian yang pasti dalam susunan
tubuh manusia. Tatkala ia ditanya lagi apa sebab Allah menjadikan benda itu
dalam tubuh Rasulullah, sedang Allah berkuasa menjadikan tanpa benda tersebut.
Ia menjawab, bahwa itu merupakan unsur pokok dalam tubuh tiap manusia. Maka
dalam rangka kesempurnaan tubuh beliau, Tuhan tidak mengurangi sedikit pun apa
yang lazim dalam tubuh itu. Kemudian Allah menghendaki dengan kodratnya, agar
bagian itu dihilangkan, demi kehormatannya.
Seorang ulama’ lain berkata: “Kalau
sekiranya Allah menjadikan susunan tubuh Nabi SAW dalam keadaan seperti yang
ditanyakan itu tentu tidak seorang pun akan mengetahui hakikat yang sebenarnya,
Allah melalui malaikat Jibril, hendak memperlihatkan kekuasaan-Nya, untuk
membuktikan kesempurnaan batiniah Nabi, seperti yang tampak pada kesempurnaan
lahiriahnya.”
3. Assyaikh Abu Muhammad bin Abi
Jamrah berkata: “Hikmah dibelahnya dada Nabi SAW padahal Allah berkuasa
memenuhi hati beliau dengan kekuatan iman, tanpa membelah dadanya ialah untuk
meningkatkan keyakinan, karena beliau menyaksikan pembelahan dada itu dengan
mata kepalanya, dan tidak merasakan sakit. Hal ini membuat hati beliau makin tentram dan tenang dalam menghadapi
apa pun juga. Sebab itu Allah berfirman:
مَازَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغٰى (النجم :
١٧(
Artinya: “Penglihatannya tidak
berpaling dari yang
dilihatnya, dan tidak pula
melampauinya.” (Q.S.An Najm 17)
4.
Tentang hikmah berulang kalinya
pembedahan dada beliau, maka Ibnu Hajar setelah mengutip kisah pembedahan dada
Nabi SAW yang pertama, kedua dan yang ketiga berkata: “Bahwa masing-masing peristiwa itu,
mengandung hikmah yang besar. Pertama, pembedahan dada itu terjadi di masa
kecilnya, agar sempurna dalam hal ihwalnya, dan terlindung dari gangguan syetan yang terkutuk. Kedua,
terjadi manjelang kebangkitannya scbagai Rasul, untuk menambah kehormatan baginya
dalam tugas sucinya. Karena akan menerima apa yang akan diturunkan kepadanya,
membutuhkan keteguhan hati dan kondisi yang sangat bersih dan suci. Ketiga,
ketika akan pergi pada malam Isra’ dan Mi’raj menuju langit, sebagai persiapan menghadap dan bermunajat
dengan Tuhan Al-Khaliq.”
Al-Hafizd Assyamy berkata: “Hikmah
dibelahnya dada Nabi SAW yang kedua dapat pula dikatakan, bahwa hal itu terjadi
pada usia menjelang kedewasaan. Maka dibelahnya dada beliau pada waktu itu, dan
disucikan hatinya, agar tidak mengalami apa yang biasa dialami manusia yang
sedang dalam masa peralihan itu.”
Ibnu Hajar berkata lagi, bahwa
kemungkinan di cucinya hati Nabi SAW sampai berulang kali, agar makin bertambah
kebersihannya. Pembersihan hingga tiga kali adalah sebagai contoh yang ada pada
sebagian ajaran syariatnya.
Sedang Ibnu Jamrah berpendapat, bahwa
dicucinya hati Rasulullah SAW padahal ia suci bersih, tempat mengalirnya segala
kebaikan, di samping gumpalan darah yang dikeluarkan dari dadanya diwaktu kecilnya, semua itu
adalah sebagai persiapan bagi apa yang akan diterimanya, dan dialami pada malam
Isra’ Mi’raj di alam yang tinggi. Hikmah serupa itu, misalnya dapat kita jumpai
pada baiknya seseorang berwudlu’ lagi untuk bersembahyang. Bagi yang sudah
mempunyai wudlu’ karena cara yang demikian, sebagai penghormatan dan persiapan
untuk bermunajah dan tegak berdiri di hadapan Allah. Karena itu disunahkan,
walaupan wudlu yang pertama sudah cukup sempurna sedang yang lain sebagai
penghormatan semata-mata. Kiranya demikian pula dibersihkan hati Rasulullah
SAW.
Allah berfirman: “Demikian
perintah Allah, barang siapa menggunakan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya
itu timbul dari
ketaqwaan hati”
(QS Al-Haj). Karena itu pulalah, dibersihkan dan disucikan hati
Rasulullah SAW sebagai suatu isyarat untuk umatnya agar melakukan segala apa
yang sifatnya mengagungkan syiar Allah.
Al-Burhan Annu’many berkata:
“Dimustahabkan (disunnahkan-red) mandi bagi siapa yang akan memasuki Al-Haram
yang mulia itu. Apa lagi bagi yang akan memasuki alam yang tinggi, menghadap
hadirat Ilahi Rabbi yang Mahasuci. Kalau memasuki Al-Haram yang ada di alam
bendawi itu baik sekali bila seorang membersihkan fisiknya, maka bagi yang akan
menghadap hadirat yang Maha Agung di alam malakut, sewajarnya dengan kebersihan
dan kesucian batin dan hati nurani”.
Nabi dipanggil menghadap pada malam
Isra’ untuk menerima kewajiban shalat, dan untuk memohon ampunan, bersama
malaikat di langit. Sedang shalat itu adalah bersuci, maka beliau SAW telah
disucikan lahir dan batin, serta rohaninya.
Dan kalau seandainya masih ada yang
berkata, bahwa bukankah Nabi SAW itu dijadikan oleh Allah dari cahaya, yang
berpindah tempat dari seorang Nabi yang satu kepada Nabi yang lain, maka dalam
kebersihan cahaya itu, masih perlukah dibersihkan lagi secara fisik? Itu pun bukan
sekali saja, tapi terjadi sampai tiga kali. Padahal beliau suci dari segala
noda yang ada pada manusia biasa? Maka ketahuilah bahwa pembedahan dada Nabi
yang pertama, kedua, dan ketiga itu, dalam rangka ilmul yaqin, ‘ainul
yaqin dan haqqul yaqin.
5.
As-Suhaility berkata: Jantung hati
Nabi SAW dicuci dalam tempat dari emas, seperti tersebut dalam beberapa riwayat
pada peristiwa itu. Karena emas itu yang dalam bahasa arab dzahab,
sesuai dengan apa yang tersirat maka kalimat itu, mengisyaratkan dan memberi
petunjuk akan kalimat dzahab yang berarti menghilangkan, seolah-olah
Allah menghendaki hilangnya segala noda dan kotoran, dan mensucikan beliau
dengan sesuci-sucinya. Di samping itu, emas adalah logam mulia yang paling
bersih zat dan unsurnya dibandingkan dengan logam-logam dan benda-benda yang
lain.
6.
Ibnu Abi Jamrah berkata: “Dalam
mencuci, bukan air dari surga yang dipakai. Karena air Zamzam berasal dari
sana, maka dikehendaki agar berkat Nabi yang mulia itu, tetap langgeng berada
di bumi ini.” Ada pendapat lain yang mengatakan, bahwa air Zamzam itu yang
mulanya ditemukan di zaman Nabi Ismail As disamping air Zamzam itu sudah
mendarah mendaging dalam tubuh Nabi SAW. Maka dialah sebagai pemilik Zamzam dan
negeri (Makkah) yang diberkati oleh Tuhan. Wajarlah bila Rasul sebagai
keturunan langsung dari Nabi Ismail As mewarisinya. Dan itu juga sebagai
isyarat, bahwa kekuasaan akan berpindah ke tangannya. Maka sesudah fathul
Makkah, dibukanya dan dikuasainya kembali kota Makkah, beliau menyerahkan
tugas siqayah atau menyediakan air, untuk jamaah haji, kepada pamannya
‘Abbas, dan sebagai juru kunci ka’bah kepada ‘Ustman bin Abi Syaibah.
7.
Adapun hikmah dicucinya dada
beliau dengan air es dan salju, menurut sebagian riwayat, maka di samping
keduanya sebagai penawar sangat bersih, tidak tersentuh oleh kotoran tanah.
Bukanlah air dan salju itu melambangkan kecerahan masa depan Nabi dan ummatnya,
serta syari’at yang dibawanya. Masa depan baginya akan lebih cerah. Kemenangan
demi kemenangan yang akan diraihnya itu, akan menunjukkan batin dan menenangkan
hatinya. Ditambah lagi dengan ampunan Allah kepada umatnya.
8.
Ibnu Naihiyah berkata: “Dada
beliau dicuci dengan es, karena rasa keyakinan yang sangat menyejukkan hatinya.
Ini sejalan dengan do’a beliau pada tiap takbiratul ihram dalam shalat.
“Ya Allah cuci dan bersihkanlah
segala dosaku, dengan air es dan barad.” Maka Allah menghendaki agar
beliau dicuci dengan air yang berasal dari surga dalam mangkok yang terbuat
dari emas, penuh hikmah dan keimanan, agar hati itu merasakan kelezatannya,
lebih tekun mengajak manusia untuk masuk dalam surga itu, agar memperoleh
segala kenikmatan-Nya. Demikian pula karena musuh-musuh yang selalu mencela dan
mencacinya, maka Allah menghendaki agar ia terhindar dari sifat manusiawi, seperti:
sempit dada dalam menghadapi kecaman dan tantangan lawan-lawannya.
Supaya hati itu tetap tabah,
sebagaimana firman Allah: “Dan Kami sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi
sempit, disebabkan karena apa yang mereka ucapkan.” (QS A1-Hijr 97). Maka
hati itu dicuci bukan sekali dua kali. Tatkala di perang Uhud, terkena pukulan
sehingga luka di bagian kepalanya, dan retaklah giginya beliau hanya berdoa “Ya
Allah, ampunilah kaumku karena mereka tidak mengetahui.”
9.
Dalam penafsiran kalimat hikmah,
ada perbedaan pendapat. Sebagian ulama mengatakan, bahwa hikmah adalah ilmu
yang mengandung petunjuk dari Allah, untuk mewujudkan kebenaran, agar
ditegakkan dan dilaksanakan. Dan ahli hikmah adalah mereka yang memiliki
sifat-sifat itu.
Imam
An-Nawawy, menyebutkan bahwa, di antara sekian banyak pendapat tentang arti
hikmah, inilah pilihanku. Adakalanya hikmah Al-Qur’an, karena semua isinya
mengandung hikmah, dan juga berarti kenabian. Hikmah juga kata persamaan dari
ilmu. Tapi arti hikmah yang paling tepat menurut Ibnu Hajar adalah meletakkan
segala sesuatu pada tempatnya, atau memahami apa yang tersirat pada kitab Allah
(Al Qur’an). Dengan demikian adakalanya hikmah tanpa iman, adakalanya keduanya
saling isi mengisi.
Sebagai
tambahan dapat disebutkan di sini, pendapat Al-’Arif billah Al-Habib Ali
Al-Habsyi, tentang peristiwa dibelahnya dada Rasulullah, sebagai yang
dikemukakan dalam sebuah bait:
“Tidak ! Malaikat tidak
mengeluarkan sesuatu yang kotor dan yang keji dari kalbunya namun kesuciannya,
ditambah dengan kesucian.”
Dan bagi
penulis buku ini, tentang masalah ini, ada kesimpulan lain. Hati nurani
Rasulullah SAW yang sumber segala rahmat itu, seperti firman Allah: “Dan
tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.”
(A1-Anbiya’: 107). Rahmat yang menyeluruh ini berasal dari rahmat Allah
yang meliputi segala sesuatu. Dan Allah yang mengeluarkan syetan dan para
kroninya, dan siapa saja yang tidak berhak memperoleh rahmat itu. Maka, segi
kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh syetan, dikeluarkan dari dadanya agar
syetan yang dilaknat itu benar-benar tidak memperoleh sedikit pun juga percikan
rahmat yang luas mencakup segala sesuatu itu.”
No comments:
Post a Comment